Menjelajahi Indahnya Green Canyon


Kali ini penulis mau berbagi cerita niy.. tentunya blog ini juga perlu diisi dengan hal-hal menyenangkan dalam hidupku. Hahaha.. lebay. Oke oke... sebelumnya mau tanya? Apa sudah ada yg pernah ke Green Canyon belum?. Green Canyon bukan Grand Canyon ya. Wah pokoe direkomendasiin banget tempatnya indah, wonderfull, amazing (pinjam istilahnya mas Tukul) dll yg lebay lebay deh. Mau tau asiknya? Ntar dulu ya... saya ceritakan satu per satu.

Lokasi dan sejarah Green Canyon

Kita mulai dari tempatnya dulu? Green Canyon berlokasi di di Desa Kertayasa Kecamatan Cijulang, ya lebih kurang 30 km dari Pangandaran. Penduduk di sana juga menyebut Green Canyon dengan sebutan “Cukang Taneuh” atau dalam bahasa indonesia berarti “Jembatan Tanah”. Menurut penduduk, Green Canyon pertama kali dilontarkan oleh Bill Joness warga AS yg berkunjung kesana pada tahun 1989. Bill Joness menyusuri lokasi tersebut dan menurut dia sungai tersebut memiliki kesamaan dengan Green Canal di Colorado AS atau Okazaki di Kyoto Jepang dan karena itu dia menyebutnya Green Canyon.

Kalau kalian yang belum pernah ke Green Canal ato Okazaki, datang aja deh mending ke Green Canyon. Gak kalah deh dengan kedua tempat tersebut... (saya sendiri sebenarnya belum pernah ke Green Canal dan Okazaki..^_____^ !!).

Perjalanan Menuju Green Canyon dan Kejadian Menabrak Kucing

Perjalanan dari Jakarta menuju Green Canyon memerlukan waktu antara 8-9 Jam. Penulis dan rombongan berangkat dari Jakarta pada Pukul 2.30 WIB dan tiba di Desa Kertayasa Pukul 12.00 WIB. Kami agak lama sampainya karena di jalan sempat menabrak kucing (kasian juga nasib kucing itu..). Saya sengaja membahas ini kenapa? Ini mungkin tips penting untuk disampaikan, bagi kalian yang tidak sengaja menabrak kucing di perjalanan jangan panik. Sebaiknya kalian turun dan menyingkirkan lalu menguburkan hewan tersebut terlebih dahulu. Bukankah hewan juga harus kita perlakukan secara baik dan layak kan? Selain itu tujuannya lainnya juga supaya kalian tidak dihantui oleh berbagai macam mitos tentang itu.

Memilih Penginapan

Kami memilih penginapan di Desa Kertayasa, disitu banyak rumah - rumah penduduk yang disewakan dengan murah meriah loh antara 200-300 ribu rupiah per malam, kita dikasih 2 kamar. Bahkan disewakan lengkap dengan paket body rafting. Paket body rafting-nya sudah termasuk kendaraan yang akan mengantar ke lokasi body rafting, serta instruktur. Untuk Paket body rafting biayanya 110 ribu rupiah per orang. Kalian tidak usah pusing-pusing lagi dengan makanan karena paket penginapan disana sudah komplit dengan menu sarapan dan makan siang.

Kalau kalian mau menginap di pangandaran juga bisa, jaraknya sekitar 45 menit dari Green Canyon kalau ditempuh dengan mobil.

Memilih Jalur yang Tepat untuk Menjelajahi Green Canyon

Menuju Green Canyon dapat ditempuh dengan 2 cara. Pertama perjalanan menggunakan perahu dari dramaga khusus di kampung Cijulang. Perjalanan ini ditempuh selama lebih kurang 25 menit. Jalur ini sepertinya kurang tepat bagi kalian yg ingin body rafting karena setibanya di Green Canyon untuk menikmati body rafting, kalian harus melawan arus terlebih dulu. Untuk kalian yang hanya ingin melihat-lihat pemandangan dan menikmati naik perahu, atau kalian yang tidak ingin berbasah-basahan, atau yang hanya sekedar ingin berenang dapat menggunakan jalur ini.

Jalur yang ke-2, untuk kalian yg ingin body rafting sepuas-puasnya dan ini yang kami lakukan. Yaitu menuju ke arah hulu sungai di bagian atas Green Canyon. Perjalanan ke sana hanya dapat ditempuh dengan truk karena medan jalannya cukup terjal, berbatu dan berbukit bukit.. perjalanan dengan truk ini cukup menyenangkan loh karena kita dapat menikmati pemandangan selama perjalanan. Tapi awas, di pinggir jalan banyak ranting yg siap menyambar kepala kalian.. jadi harus sering-sering menundukkan kepala.. tapi justru momen ini cukup seru juga. Perjalanan dengan truk ini lebih kurang 30 menit hingga sampai ke tempat pemberhentian sebelum ke bagian hulu Green Canyon. Oh ya... truk yang mengangkut kami disediakan oleh pengelola body rafting dan sudah merupakan satu paket kalau kalian menyewa jasa body rafting mereka.

Outbond dulu sebelum body rafting

Ket : Foto - foto saat menuruni bukit menuju Green Canyon, foto by Bhrahu Pradipto

Dari tempat pemberhentian menuju ke Green Canyon harus menuruni bukit yang medannya cukup menantang dan agak licin. Cocok sekali sebagai jalur outbond. Jaraknya lebih kurang 1,5 km dan ditempuh selama lebih kurang 30 menit. Tapi tenang saja karena aroma rumput dan pepohonan serta udara yang segar akan mengalahkan semua rasa kaki yang letih dan lelah.

Body Rafting dan Melompat dari Tebing Batu Kapur

Setelah outbond yang cukup menantang sampailah kami di Green Canyon , kami berfoto-foto terlebih dulu sebelum memulai body rafting. Dari tempat kami berfoto terlihat aliran sungai Green Canyon yang mengalir tenang dan jernih. Disekitarnya terdapat tebing-tebing yang cukup tinggi yang mengapit aliran sungai tersebut. Benar-benar serasa berada di negeri lain. Tak sabar rasanya melihat air yang begitu jernih, kami pun melompat dan bermain air. Byuuuur segar sekali rasanya.

Ket : Foto - foto saat menuruni bukit menuju Green Canyon, foto by Bhrahu Pradipto

Dengan menggunakan pelampung kami menyusuri aliran sungai mengikuti petunjuk instruktur. Aliran airnya bervariasi, ada yang dalam, ada juga yang dangkal, ada yang tenang dan deras. Sehingga tidak selamanya kami berada di dalam air. Pada saat aliran cukup deras kami berjalan menyusuri pinggiran sungai menaiki bebatuan kapur. Sepanjang aliran sungai kita akan disuguhi pemandangan yang begitu indah. Tebing tebing yang terbuat dari batu terhampar di kiri kanan, dan banyak sekali bebatuan kapur disini. Aliran air yang cukup deras bagai hujan terdengar memercik dari tebing tebing kapur sehingga meskipun hujan tidak turun tapi serasa seperti sedang hujan.

Ket : Foto - foto saat menyusuri Green Canyon, foto by Bhrahu Pradipto

Ditegah-tengah aliran sungai juga banyak terdapat bebatuan kapur yang cukup besar. Sehingga kami pun sering menaiki bebatuan tersebut untuk kemudian melompat lagi ke air. Hal ini merupakan tantangan tersendiri terutama bagi yang belum pernah melakukan lompatan ke air dari tempat yang tinggi. Tantangannya ada dua yang pertama saat menaiki bebatuan dan yang ke dua saat melompat. Ada rasa kepuasan saat kita bisa menaklukkan rasa takut... dan membuat kita selalu ingin mencoba dan mencoba lagi.

Perjalanan yang Memuaskan

Body rafting di Green Canyon sangat memuaskan, kami menempuh jarak lebih kurang 3 km. Dan melakukan body rafting dan berjalan menyusuri sungai selama lebih kurang 4 jam. Benar benar memuaskan. Ujung green canyon berupa tebing yang membentuk jembatan tanah. Disitu kami menuggu perahu yang akan mengantarkan kami ke dramaga.

Setelah perahu datang, kami pun segera naik. Perjalanan dengan perahu ini ditempuh lebih kurang 25 menit. Selama di perahu kami disuguhkan pemandangan sungai yang dikelilingi oleh pepohonan. Inilah saat saat terakhir kami menikmati indahnya petualangan di Green Canyon .
Ket : Foto setibanya di Dramaga, by Bharahu Pradipto

Perjalanan berakhir di sebuah dramaga kecil, dari sana kami berjalan kaki lebih kurang 50 meter menuju penginapan. Huff rasa lelah dan lapar mulai terasa. minuman kelapa muda dan masakan khas sunda yang lezat telah disediakan untuk kami. Saatnya makan, lalu mandi dan bersiap-siap untuk petualangan selanjutnya di  Batu Karas.

Terimakasih untuk teman-teman yang ikut serta dalam perjalanan ini, Aples (makasih sudah mengajak gw), Bhrahu Pradipto (thanks untuk foto-fotonya, keren-keren banget), u/ teman baru Wiwing dan Bang Ronni, u/ teman2 GF Mba' Nia, Mba SQ, Maria, Nana, Mba Febby, Mba Erika, dan Tantri mudah2an kita bisa ketemu lagi di momen perjalanan berikutnya...


Pengen Latihan Wushu Lagi



Foto ini agak narsis memang..hehe tapi bukan bermaksud narsis sih. Cuma saja kalau liat foto ini jadi ingin latihan Wushu lagi.. Setelah hampir 3 tahun tidak pernah latihan Wushu. Alasannya sibuk mengejar karir atau kurir di kantor sehingga gak punya waktu untuk latihan..

Haha aneh juga.. blog ini tiba2 diisi dengan curhatan pribadi...

Oke oke...kalau begitu mari bercerita tentang apa itu wushu ? Apa bedanya wushu dan kung fu? Tentunya hampir dan bahkan semua orang telah mengenal kung fu, tetapi banyak dari kalangan yang awam seni beladiri yang mungkin belum mengenal tentang wushu.


Wushu secara bahasa berasal dari bahasa Tionghoa 武術 atau 武术 yang artinya adalah “seni bela diri” atau “seni bertempur”. Sedangkan kung fu menurut bahasa artinya adalah “ahli”, tidak terbatas pada ahli bela diri semata, seorang yang ahli dalam bidang memasak yang menekuni secara mendalam bidangnya juga disebut memiliki kung fu. Jadi penggunaan istilah wushu sebenarnya lebih tepat untuk menggambarkan keahlian dalam seni bela diri.

Wushu memiliki sejarah yang amat panjang yakni lebih dari 5000 tahun yang lalu bisa dikatakan seumuran dengan umur kebudayaan Tiongkok yang diikuti dengan banyak macam cerita peperangan. Menurut berbagai sumber yang menciptakan jurus-jusrus wushu pertama kali adalah seorang pendeta spiritual Zen Budha bernama Bodhidarma atauo dikenal juga dengan nama Da Mo / Ta Mo yang berasal dari India. Beliau membuat jurus-jurus dengan meniru gerakan - gerakan hewan. Salah satu jurus terkenal yang diciptakannya adalah “Jurus 9 Matahari”. Jurus ini sangat terkenal apalagi banyak dipopulerkan dalam film-film Tiongkok yang terkenal seperti “Pedang Pembunuh Naga” dan “Pendekar Pemanah Rajawali”. Beliaulah yang kemudian mengembangkan Kuil Shaolin yang hingga kini sangat melegenda dan melahirkan dan mempengaruhi lahirnya banyak macam jenis dan cabang beladiri.

Bagaimana dengan perkembangan wushu di Indonesia?

Wushu di Indonesia mulai diresmikan atau oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pada tanggal 10 Nopember 1992. Perintis lahirnya wushu di indonesia adalah Bapak IGK Manila. Menurut James Waskita bahwa wushu tradisional sudah dikembangkan di Indonesia sejak jaman Belanda oleh para pelatih wushu berkebangsaan Indonesia yang terkenal seperti Lo Ban Teng, Lauw Djing Tie, Chi Siao Fo dan Ho Goan Ka. Liem Joe Kiong, seorang cendekiawan Indonesia yang menjadi dosen Sekolah Tinggi Olah Raga Bandung*, pada tahun 50-60-an mencoba menyusun sistematika kung fu/ kun thao/ wushu tradisional agar bisa menjadi olahraga publik, dan bisa dipelajari siapa saja. Padahal saat itu Cina, sebagai negeri asal wushu, belum mempublikasikan wushu sebagai olahraga berstandar internasional (RRC baru memasyarakatkan olahraga ini ke dunia internasional sekitar tahun 1970-an). Hal ini merupakan prestasi yang patut dibanggakan.

Setelah era tersebut, perkembangan wushu tradisional di Indonesia tidak banyak terdengar. Wushu tradisional kemudian menyebar melalui perguruan-perguruan, les-les privat dan buku-buku.
Saat ini terdapat 2 kelompok pertandingan wushu secara internasional yaitu kelompok san shao (pertarungan) dan taolu (peragaan seni dan jurus). Pada kelompok taolu terdapat 7 (tujuh) macam jurus wushu yang di standarisasi secara internasional (Wu Shu Jing Sai Tao Lu) yaitu :

1. Tinju Utara (Chang Quan/Long fist)
2. Tinju Selatan (Nan Quan/Southern fist)
3. Jurus Golok (Dao Su/Broadsword Play)
4. Jurus Pedang (Jian Su/Sword Play)
5. Jurus Toya (Gun Su/Staff Play)
6. Jurus Tombak (Qiang Su/Spear Play)
7. Jurus Tai Chi (Tai Chi Quan/ Shadow Boxing)

Sementara untuk kelompok san shaou adalah kelompok pertarungan satu lawan satu di atas ring mirip dengan pertarungan thai boxing. Chris John adalah salah satu contoh mantan atlet shan shao yang terkenal setelah ia pindah ke kejuaraan tinju.